Ephipany (cerpen)
Cahaya bulan yang menerangi langit malam yang gelap, ditemani oleh sahabat-sahabat setianya, bintang. Dibawah langit malam dengan lantunan kotak musik yang menemani. Diva berbaring di atas hammock dan menatap langit, berkutat dengan pikirannya sendiri. Tempat ini adalah taman belakang rumah neneknya, tempat yang paling ia sukai sejak kecil. Suasana desa yang tenang dengan udara yang sejuk.
“hey, mau sampai kapan diluar sini?”
Suara itu menghentikan pemikiran Diva dan mengalihkan atensinya pada orang tersebut. Lyva, temannya sejak kecil.
“eh sejak kapan disini?” tanya Diva
“baru saja sih, awalnya mau aku biarin kamu disini dulu. Tapi kok kamu nya kayak gak ada tanda-tanda mau masuk kedalam.”
“aku pasti akan masuk kok, sebentar lagi.”
“mikirin apa sih kamu? Kayaknya rumit banget, tuh dahinya makin berkerut.” ucap Lyva
Pertanyaan Lyva yang tidak langsung dijawab oleh Diva menghasilkan kesunyian beberapa saat, sampai helaan nafas Lyva memecahkan kesunyian malam tersebut.
“masalah di kota lagi?” tebak lyva
“aku kangen dengan mama dan papa lyv, sudah lama aku tidak sempat berkunjung ke makam mereka. Di kota juga, aku sudah coba cari kerja dimana-mana, tapi masih belum cukup buat nutupin biaya hidup dan kuliah yang makin tinggi. Yah, walaupun gitu, masih bersyukur lah aku karena bisa bertahan sampe sini”
“Diva temanku ini memang keren banget, kapan-kapan aku bikinin rujak bebek favoritmu itu supaya semangat terus”
“yah masa kapan-kapan si, besok dong lyv.” ucap Diva dengan nada bercanda
“hahaha, baiklah akan ku buatkan besok.”
“terima kasih ya, Lyv. Sudah lama kita gak bicara berdua gini.”
“kalo diinget-inget, dulu kita mainnya agak brutal ya.”
“hah? Yang mana?” tanya Diva
“waktu itu kita suka pura-pura punya kekuatan, trus kita saling serang-serangan sampe kejar-kejaran di pasar dekat sini.”
“OH HAHAHAHAHA, yang kita akhirnya nyungsep di bak cucian Bu Wati itu?”
“iya astaga, lagian itu bak cuci nya gede banget kayak tong air.” ucap Lyva dengan semangat
“masa-masa yang paling bahagia itu saat main bareng kamu lyva, rasanya gak ada yang bisa ngalahin keseruan dan rasa senang itu.” Ucap Diva yang ditanggapi agungkan oleh Lyva
Tak lama kemudian mereka memutuskan untuk masuk kedalam rumah dan mulai membersihkan diri untuk bersiap-siap tidur.
Diva Pov (Poin Of View/ sudut pandang)
Aku terbangun akibat suara gemuruh langit yang sangat kencang, dengan langit yang berwarna abu-abu dan tak sedikit petir yang menyambar. Melihat jam pada ponsel yang menunjukan pukul 6 pagi, rasanya ingin kembali tidur saja. Sampai satu ingatan yang membuatku terbelalak.
Kotak musik yang ternyata tidak kubawa masuk tadi malam.
Ah kesal sekali rasanya, aku langsung keluar kamar dan melihat melalui jendela ke halaman belakang. Benar saja, kotak music milik ku sudah terpenuhi dengan air hujan yang sangat deras. Sempat berpikir untuk menerobos hujan, tapi baru saja membuka pintu, sudah dihadiahi dengan suara geledek yang besar dan membuatku mengurungkan niat. Sudahlah, nanti saja ku lihat kondisi kotak musik nya. Walaupun aku tau itu pasti rusak.
Berpapasan dengan nenekku saat aku ingin masuk ke kamar, nenek terlihat masih sangat sehat diumur yang ke 78 ini. Sepertinya faktor lingkungan disini sangat berpengaruh, banyak orang yang sepantaran dengan nenek dan anak-anak kecil dengan tingkahnya yang tidak membosankan.
“nenek, pagi sekali bangunnya.”
“tadi nenek ingin panen singkong, tapi malah hujan deras sekali nih Diva. Kamu sendiri ada apa? Tumben sekali”
“ih nenek, kotak music ku ketinggalan di halaman tadi malam dan sekarang sudah dipenuhi air hujan.” ucapku sambil merengut
“kamu ini kebiasaan sekali sih Div, sudah jangan cemberut begitu. Saat sudah reda nanti, kamu dan Lyva bisa pergi ke pasar, disana ada jual barang-barang antic seperti kotak musik itu.” Ucap nenek yang membuatku sangat bersemangat
“aku jadi tidak sabar, nek.”
“ayo kamu bantu nenek masak dulu, mumpung sudah bangun” ucap nenek kepadaku
“nenek mau masak apa?”
“mau bikin ayam goreng dan gado-gado sayur saja ya, kamu mau kan?”
“MAUUUUU” ucapku dengan semangat, karena masakan nenek adalah makanan yang paling enak di mulutku
__________________________________________________________________________________
Tak terasa sudah pukul 10 pagi dan hujan pun sudah reda, digantikan dengan langit yang berwarna biru cantik. Lyva masih berada di kamarnya, anak itu memang luar biasa saat tidur. Tidak akan terganggu jika ada suara hujan deras pun. Aku berinisiatif untuk membangunkan Lyva, tapi sebelum aku membuka pintu kamarnya. Sang pemilik kamar itu sudah membuka terlebih dahulu dengan rambut yang masih berantakan.
“loh? Kamu sudah bangun Div? Tumben sekali”
“tadi hujan deras sekali, sampai-sampai aku terbangun”
“hujan? Kok aku tidak tahu?”
“kamu ini, jika sudah tidur kalau ada kuda yang menerobos rumah pun sepertinya kamu tidak akan terganggu”
“ih aku nyenyak banget tidurnya tau, habisnya kalau hujan-hujan gini tu bikin nyaman banget di kasur”
“halah, alesan banget kamu lyv. Kamu aja gak tau kalo ada hujan, udah gih kamu mandi sana, nanti kita mau pergi kepasar”
“oh iya hehehe” ucap Lyva padauk sambal tertawa
Sudah tidak heran lagi dengan kebiasaannya ini, terkadang membuat aku khawatir kalau ia sedang dirumah sendiri dalam kondisi tertidur. Aku segera membersihkan diri dan makan Bersama nenek dan Lyva.
Sambal menunggu Lyva selesai membersihkan diri, aku membaca-baca novel yang kubawa dari rumah. Novel fiksi yang menceritakan kecanggihan masa depan dengan konsep kerajaan, sangat seru dibaca sampai-sampai terkadang aku terlalu terbawa dengan ceritanya.
Sudah 30 menit lamanya, akhirnya Lyva selesai dan siap untuk pergi bersamaku. Diperjalanan menuju pasar, sudah ramai anak kecil bermain dengan teman-temannya. Canda tawa yang menghiasi desa ini, membuat aku tak merasa bosan jika diminta tinggal lebih lama lagi.
“Diva, kamu kenapa tidak pakai ponselmu saja sih untuk mendengar musik? Padahalkan lebih banyak pilihan dan lebih mudah.” tanya Lyva padauk
“rasanya berbeda tau, kalau pakai ponsel aku sering terganggu dengan notif-notif atau terkadang aku pengen banget buka aplikasi lain. Jadi tidak bisa tenang, kalua pakai kotak music itu rasanya benar-benar santai dan tenang.” Jelasku padanya
“begitu ya, kamu ini memang sangat unik. Orang-orang sangat berlomba memamerkan kecanggihan, tapi kamu malah lebih suka ke hal tradisional”
Aku tak lagi membalas perkataan Lyva, hanya tersenyum menanggapinya. Kita berjalan santai melihat sekitar, sampai pada akhirnya kita sampai ke penjual barang antik. Ah, rasanya aku bisa menghabiskan uangku disini. Kami melihat-lihat barang di sana, sampai atensi ku berhenti di salah satu kotak music. Kotak terbuat kayu dengan nuansa warna merah campur keemasan, sangat cantik. Aku akhirnya memilih kotak music tersebut untuk kubeli.
“jangan kamu lupakan lagi lo Div kotak musiknya” ucap Lyva
“iya Lyvaaaaa, aku akan jaga ini baik-baik.” Ucapku yang dibalas anggukan oleh Lyva
bener sii secanggih canggih nya teknologi sekarang, tapi kenangan dulu itu gabisa dilupainn 💌
BalasHapus